Written by
Dinan
Afifah Firdaus
Ragil
Wyda Triana
Tiur
N. Raharjo
Hasil Telaah Novel Bukan Pasar Malam (Pramoedya Ananta Toer)
1.
Identitas
Buku
Judul : Bukan Pasar Malam
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Multi Karya II/26 Utan Kayu, Jakarta Timur,
Jakarta
Cetakan : 7, Maret 2009
Ukuran
Buku : 13 x 20 cm
Tebal
Buku : 108 halaman
2.
Biografi
Pengarang
Pramoedya
Anantatoer lahir di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925. Ia pernah mengalami
tiga tahun di dalam penjara pada masa Kolonial, satu tahun di Orde Lama, dan 14
tahun pada masa Orde Baru (13 Oktober 1965 – Juli 1969, pulau Nusa Kambangan
Juli 1969-16 Agustus 1969, pulau Buru Agustus 1969-12 November 1979,
Magelang/Banyumanik November 1979-Desember 1979) tanpa proses pengadilan karena
dituduh terlibat dengan G30S PKI. Tanggal 21 Desember 1979 Pramoedya
mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat
dalam G30S PKI.
Penjara
tidak membuatnya berhenti sejengkal pun menulis. Baginya, menulis adalah tugas
pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh.
Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar.
Dari
tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke
dalam lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya di gelanggang sastra dan
kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer dianugerahi berbagai penghargaan
internasional, diantaranya: The PEN Freedom-to-write Award tahun 1988, Ramon
Magasaysay Award pada 1995, Fokuoka Cultur Grand Prince, Jepang tahun 2000, The
Norwegian Authours Union di tahun 2003, dan Pablo Neruda dari Presiden Republik
Chile Senor Ricardo Lagos Escobar pada 2004. Sampai akhir hidupnya, ia adalah
satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar
kandidat Pemenang Nobel Sastra.
Telaah Novel Bukan Pasar Malam (Pramoedya Ananta Toer)
3.
Unsur
intirnsik novel
Tema : Pejuang Revolusi yang
melupakan keluarga di kampung halamannya
Pembabakan : Bab I Kedangan surat dari bapak tokoh
“aku”
Bab II Perjalanan
“Aku” ke kampung halaman (dari Jakarta sampai Semarang)
Bab III Kepergian
“Aku” ke kampung halaman (dari Semarang sampai Blora)
Bab IV Pertemuan “Aku” dengan adiknya
Bab V Tokoh “Aku”
mengunjungi ayahnya di rumah sakit
Bab VI Keluh kesah adik
perempuan tokoh “Aku”
Bab VII Tokoh “Aku”
mengunjungi ayahnya dirumah sakit
Bab VIII Tokoh “Aku”
dengan pamannya mendatangi rumah orang pintar untuk menyembuhkan ayahnya
Bab IX Adiknya
menceritakan perjuangan ayahnya selama tokoh “Aku” berada di Jakarta
Bab X Tokoh “Aku” merasa berdosa karena tidak
membawa es kerumah sakit dan mengganti dengan cendol hunkwee yang
didinginkan
Bab XI Ayah dibawa
pulang dan dirawat di rumah
Bab XII Perdebatan
antara tokoh “Aku” dengan istrinya
Bab XIII Pesan terakhir
dari ayah
Bab XIV Ayah tokoh
“Aku” meninggal
Bab XV Penyesalan tokoh
“Aku”
Setting waktu : Sebelum dan Sesudah Revolusi Indonesia
Setting
tempat : Jakarta, Stasiun Gambir,
Semarang, hotel, Blora, rumah tokoh “aku”, rumah sakit, rumah dukun.
Plot/ alur
Pengenalan
Tokoh aku adalah
seorang laki-laki yang bertanggung jawab, tetapi di awal cerita ia kurang
memperhatikan perasaan ayahnya.
Timbul konflik
Tokoh aku mulai merasa
bersalah ketika melihat ayahnya yang sakit dan dirawat di rumah sakit.
Puncak konflik
Ia menyalahkan dirinya
sendiri karena telah menyangka bahwa ayahnya membiarkan adiknya terserang
sakit. Tetapi kenyataannya sekarang ayahnya sendiri yang terkena penyakit TBC.
Ia semakin menyesali kesalahannya ketika ayah mangkat keharibaan Allah
SWT.
Penyelesaian konflik
Tokoh aku bersikap
pasrah dan menyadari bahwa manusia yang lahir pasti akan mati. Dan
manusia-manusia itu terlahir sendiri dan pada saat ajalnya menjemput pun ia
akan tetap sendiri.
4.
Analisis
Setting
sosial
Perbedaan kehidupan di
kota dan di desa sangat jauh berbeda. Dalam novel ini diceritakan bagaimana
kehidupan kota besar Jakarta yang menyimpan banyak asap-asap konglomerat yang
meludahi masyarakat kecil di dalamnya. Individualistis yang dijunjung tinggi
pun seakan membudaya di kota metropolitan ini.
Sangat berbeda dengan
kehidupan desa yang masih tradisional dan adat gotong royong yang masih menjadi
dasar kehidupannya. Manusia dan alam masih bersahabat dan sesama masyarakat
masih memiliki ikatan batin yang kuat.
Bagi masyarakat desa,
guru merupakan tokoh yang menjadi panutan dan suri tauladan. Tetapi untuk
sejahtera, guru belum mendapatkannya dari pemerintah.
Setting
ekonomi
Kota besar seperti
Jakarta memiliki semua keadaan ekonomi, dari tingkat ekonomi tingkat tinggi
sampai ekonomi tingkat rendah. Namun perbedaannya terlihat sangat mencolok, dan
sangat menunjukkan wajah-wajah tentram dan gelisah. Tokoh aku ini termasuk ke
dalam wajah-wajah gelisah yang setiap hari harus mati-matian bekerja untuk
sesuap nasi.
Setting
budaya
Masih ada kepercayaan
tradisional seperti percaya pada “orang pintar”. Dalam novel ini kepercayaan
tersebut masih melekat kuat dalam masyarakat Jawa yang kental dengan aura
mistis.
Setting
politik
Kesejahteraan sangat
melekat dengan konsep kaya dan miskin. Pembuktian dalam novel ini sangat jelas
terlihat dari suara hati tokoh aku. Kesejahteraan itu belum merata, hanya
pegawai negri saja yang mendapat layanan kesehatan yang baik.
Perbedaan fakta dan fiksi
Fakta di buku ini
seperti dalam setting sosial, budaya, dan ekonomi pada masanya. Serta cerita
perjalanan seperti
peninggalan Jepang. Namun
tokoh dan kisah dalam novel ini kemungkinan adalah fiksi.
Perbandingan
dengan buku teks
Novel
ini banyak memberikan gambaran mengenai
nasib guru yang hidup di garis kemiskinan. Pasca revolusi tidak mengubah sikap
penguasa yang tamak. Keberhasilan revolusi tidak dirasakan oleh para pelaku
dengan perannya membela merah putih yang masih merasakan hidup bersama
kesengsaraan, kecuali para pemburu kekuasaan yang mampu menduduki jabatan di
pemerintahan. Kisah ketulusan ayah “aku” yang seorang guru, sangat
memperhatikan nasib masyarakat di sekitanya dan menjunjung tinggi kejujuran
serta nilai dan moral. Novel ini memberikan gambaran real dengan
menampilkan sisi gelap pasca revolusi yang tidak ada dalam buku teks.
5.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam novel
a. Religi
: ketaatan beribadah
b. Kasih
sayang seorang ayah kepada anaknya
c. Kasih
sayang sesama saudara
d. Penghormatan
anak kepada orang tuanya
e. Kecintaan
pada tanah kelahirannya
6.
Relevansi
novel sebagai sumber pembelajaran sejarah
Buku karangan Pramoedya
Anantatoer yang berjudul Bukan Pasar
Malam ini relevan dalam mengajarkan mata pelajaran sejarah di sekolah.
Misalnya di sekolah menengah atas, ada kompetensi dasar yang berisi
menganalisis perkembangan ekonomi-keuangan dan pada masa awal kemerdekaan
sampai tahun 1950. Guru dapat menggunakan buku ini dalam menjelaskan
perekonomian yang dirasakan oleh kaum menengah kebawah, khususnya di Jakarta.
Dimana dijelaskan dalam buku ini terdapat
perbedaan tajam antara pegawai pemerintahan dan yang bukan. Akan tetapi dalam
bidang kesehatan orang ekonomi bawah sudah ada perhatian.
Novel ini dapat membangun pandangan siswa mengenai kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia pasca revolusi. Nasib-nasib pahlawan yang kurang
dihargai dan kehidupan ekonomi yang menjepit tokoh “aku” dalam novel ini
menggambarkan perjalanan yang pahit ketika dijajah dan setelah merdeka. Selain
itu,dapat dipakai dalam menjelaskan materi mengenai PKI dimana orang-orang yang
tergabung dalam PKI, Pesindo yang dipenjarakan.
7.
Analisa
novel menggunakan salah satu teori berikut: teori sosiologi sastra
Buku ini menjelaskan mengenai
kharakteristik kota Jakarta yang penuh dengan kendaraan roda empat, gersang,
dan penuh debu. Pembaca akan mengertahui bahwa sejak dulu pun Jakarta masih
seperti itu bahkan lebih parah dari yang dulu. Selain itu, kesulitan ekonomi
yang dirasakan oleh kalangan berekonomian menengah ke bawah membuat tokoh “Aku”
harus mengutang untuk ongkos pulang ke kampung halamannya. Ini pun sering
terjadi di lingkungan masyarakat dimana orang yang merantau dan telah hidup
lama di tempat rantau ternyata tidak mengubah tingkat hidup seorang perantau.
Untuk pulang ke kampung halaman saja mesti meminjam uang.
Buku ini pun menjelaskan tokoh seorang
istri yang cerewet dalam sisi keuangan. Dalam kehidupan keluarga memang seorang
istri cerewet dalam keuangan. Saat pepergian pasti mengeluarkan uang yang lebih
besar dari biasanya dan akan meminta pulang dan kurang mengerti dengan keadaan.
Ini sering terjadi dalam kehidupan keluarga.
Seorang guru pada masa itu kurang
diperhatikan kesejahteraannya apalagi seorang guru yang jujur seperti ayah
tokoh “Aku”. Di masa kini sungguh jarang guru seperti tokoh tersebut.
Buku ini menceritakan mengenai seorang
anak yang sudah lama tidak pulang dan bahkan menyakiti hati ayahnya sampai
akhirnya tokoh “Aku” ini menyesal apalagi setelah mendengar perjuangan ayahnya
selama hidup. Di masa sekarang pun banyak orang ‘bagai kacang lupa kulit’. Buku
ini sangat bagus dalam menyadarkan posisi anak supaya tidak lupa dengan orang
tuanya dan tidak melantarkan orang tua serta saudaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar