Written by Tiur N. Raharjo (2010)
Jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel. Pada dasarnya pembangunan jalan adalah proses
pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi berbagai rintangan geografi.
Proses ini melibatkan pengalihan muka bumi, pembangunan jembatan dan
terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuh-tumbuhan yang memungkinkan untuk
penebasan hutan. Berbagai jenis mesin pembangun jalan akan digunakan untuk
proses ini.
Jalan raya ialah jalan utama yang menghubungkan
satu kawasan dengan kawasan yang lain. Tidak semua jalan yang dapat dilalui
oleh kendaraan bermotor itu merupakan jalan raya. Jalan raya biasanya lebih
sering dilewati kendaraan bermotor bahkan dapat dipadati oleh kendaraan
bermotor. Selain itu penggunaan jalan raya juga lebih diatur dimana peraturan
tersebut tercantum di dalam undang-undang yang memiliki sanksi yang sesuai.
Jalan raya merupakan proyek pembangunan pemerintah yang pembangunan dan
pemeliharaannya dibiayai oleh perusahaan negara.
Cara
kita melihat perbedaan dari jalan raya dengan jalan biasa yaitu dengan
memperhatikan apakah ada rambu-rambu yang tersedia di sisi jalan tersebut.
Dalam jalan raya seperti Jalan Sudirman, Jalan A.H Nasution, banyak terdapat
rambu-rambu lalu lintas seperti lampu merah, tanda dilarang berhenti ataupun
zebra cross. Di jalan tersebut biasanya terdapat polisi yang berjaga untuk
menertibkan lalu lintas. Sedangkan di jalan biasa seperti gang tidak memiliki
rambu-rambu dan jalannya sempit. Namun biasanya untuk mengatur laju pengemudi
yang lalu-lalang biasanya warga hanya memberi tulisan seperti “hati-hati banyak
anak-anak” ataupun membuat polisi tidur.
Jalan
raya sebagai sarana transportasi memiliki peran penting dalam bidang
perekonomian. Melalui jalan raya barang-barang produksi dapat dipasarkan lebih
luas dengan mudah, dimana jalan raya dapat memudahkan pengiriman barang lebih
cepat. Hal lain yang menyangkut perekonomian di jalan raya dapat dilihat di
pinggir jalan raya yaitu jalan untuk pejalan kaki atau sering disebut jalan
trotoar. Di sana ada banyak sekali pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan.
Ada berbagai macam yang dapat di jual di trotoar, dari mulai kios rokok,
penjual makanan, asesoris ponsel, hingga tambal ban. Hal ini tentunya
menguntungkan baik bagi penjual maupun pejalan kaki yang melwati jalan
tersebut.
Namun
kini seiring dengan tingginya pertumbuhan kendaraan bermotor membuat semakin
padatnya pengunaan jalan raya. Hal tersebut menjadi dilema bagi pengguna jalan
raya karena problem kemacetan di jalan yang semakin mengkhawatirkan karena
merugikan bagi pengguna dari segi tenaga maupun segi pengeluaran. Maka perlu
adanya tindak lanjut dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Salah
satu keputusan yang diambil pemerintah yaitu dengan memperlebar jalan raya dan
pembangunan jalan terowongan (underpass). Dalam memperlebar jalan raya
terkadang harus menyulap jalan trotoar menjadi bagian mejadi bagian dari
perlebaran jalan raya yang sudah ada.
2 Kharakteristik Jalan A.H
Nasution
Jalan
Raya A.H Nasution terletak di Bandung bagian timur. Jalan ini lebih dekenal dengan Cicaheum-Cileunyi diambil dari nama
jurusan angkot yang melintas sepanjang jalan tersebut merupakan akses utama
menuju pusat kota Bandung setelah Jalan Soekarno-Hatta. Dimana jalan tersebut
berbatasan langsung dengan daerah Kabupaten Bandung Timur dan Kabupaten
Sumedang dimana terdapat jalan tol Cileunyi dan beberapa Perguruan Tinggi
terkemuka tidak langsung menjadi jalan penghubung bagi orang-orang luar Kota
Bandung dan sekitarnya yang bekerja ataupun bersekolah di Kota Bandung.
Ramainya
jalan tersebut juga didukung banyaknya infrastruktur yang terdapat di sepanjang
Jalan A.H Nasution, dari toko klontong, tempat fotocopy, restoran, pasar,
hingga kantor Pemda. Menumpuknya kegiatan di daerah jalan A.H Nasution membuat
jalan tersebut semakin lama semakin padat. Seiring dengan pengguna Jalan A.H
Nasution, maka Pemkot Bandung berinisiatif untuk melebarkan jalan dan merubah
jalan trotoar beserta lahan parkir masyarakat sepanjang jalan tersebut menjadi
jalan raya.
Letaknya
yang strategis yang sering di lalui oleh banyak kendaraan, jalan ini sering
terjadi kemacetan yang semakin mengkhawatirkan karena merugikan bagi
pengguna dari segi tenaga maupun segi pengeluaran.
Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah kota melaksanakan program pelebaran
jalan.
Dampak pelebaran jalan positif
maupun negatifnya seperti dua sisi mata uang. Artinya pembangunan
jalan tidak hanya mendatangkan keuntungan bagi sebagian pihak namun disisi lain
justru merugikan pihak lain.
Keuntungannya seperti dapat
mengurangi kemacetan. Seperti yang dikatakan di awal bahwa jalan A.H Nasution
yang sangat strategis dan banyak dilalui masyarakat dari berbagai daerah
membuat jalan ini sering terjadi kemacetan. Dengan adanya pelebaran jalan tentu
dapat mengurangi kemacetan dan masyarakat lebih dapat mengefisiensikan waktu
tempuh dan dapat menghemat penggunaan bahan bakar fosil, menghemat tenaga, serta
mengurangi folusi dari asap knalpot kendaraan bermotor.
Selain
itu, dengan pelebaran jalan dapat mendapat keuntungan bagi pekerja yang
mengerjakan pelebaran jalan tersebut. Dalam pembuatan jalan tentu membutuhkan
tenaga yang banyak sehingga membutuhkan banyak pekerja di bidangnya.
Keuntungan pun dapat dirasakan oleh
rumah-rumah atau pertokoan yang berada di pinggir jalan A.H Nasution. Mereka
mendapatkan dana untuk pemakaian tanah miliknya dari pemerintah.
Namun, ada pula dampak negatif dari pelebaran
jalan tersebut. Seperti berkurangnya lahan parkir. Setelah jalan raya tersebut
diperlebar, masyarakat memiliki rasa kebingungan untuk memarkirkan
kendaraannya. Contohnya di depan pertokoan yang dulunya bisa memarkirkan mobil
sekarang hanya cukup untuk parkiran motor. Sehingga banyak kendaraan, terutama
kendaraan beroda empat yang memarkirkan
kendaraanya di pinggir jalan. Ini tentu mengakibatkan tidak adanya perubahan
seperti yang terjadi sebelumnya.
Selain itu terjadi pula penebangan
pohon di sepanjang jalan A.H Nasution. Sebanyak 68 batang pohon mahoni dan
angsana ditebang. Ini tentu mengecewakan. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk
menanam pohon sampai benar-benar tumbuh kokoh dan berdaun lebat tentu
membutuhkan waktu yang lama. Hal ini pula berakibat banyaknya karbondioksida
yang berada di udara dan membuat udara semakin panas. Ini tentu membuat
ketidaknyamanan dalam berkendara, khususnya pengguna kendaraan beroda dua dan
transportasi umum yang tidak ber-AC.
Dalam memperlebar jalan raya
terkadang harus menyulap jalan trotoar menjadi bagian mejadi bagian dari
perlebaran jalan raya yang sudah ada. Sehingga mengurangi fasilitas jalan bagi
pejalan kaki. Tidak adanya jalan trotoar tentu saja mempersulit pejalan kaki
untuk berjalan. Akhirnya mau tidak mau mereka harus berjalan diatas jalan raya.
Namun sekarang dapat dilihat sudah di
bangun trotoar-trotoar yang layak untuk pejalan kaki.
Masyarakat
yang sebelumnya sudah berdaya sebagai pedagang kecil justru digusur dan tidak
diberikan tempat baru untuk kembali membuka usahanya tersebut. Sehingga terjadi
banyak pengangguran.
Pemerintah
perlu membatasi kepemilikan kendaraan
pribadi atau menetapkan pajak yang besar sehingga tak banyak kendaran wara-wari
di sepanjang jalan. Apa gunanya jalan di perlebar kalau kendaraan juga makin
banyak.
Selain
itu, pemerintah menyiapkan sarana
transportasi massal yang aman dan nyaman bagi warganya, bukan sekedar menambah
ruas jalan. Sehingga banyak warga akan beralih dari kendaraan pribadi dan
memilih menggunakan transportasi umum. Kalaupun pada akhirnya memilih pelebaran
jalan sebagai solusi semestinya juga diiringi oleh pelebaran ruang publik dan
tanpa menebang pohon-pohon di sepanjang jalan yang diperlebar. Hal itu
merupakan cerminan keberpihakan pemerintah kota kepada lingkungan hidup dan
kemanusiaan.
Sekretaris
Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distamkam) Kota Bandung Arief Prasetya, Pikiran
Rakyat Minggu (2/5/2010). Dia mengatakan, penebangan pohon berusia sekitar 30
hingga 40 tahun tersebut sebelumnya telah terlebih dahulu dikoordinasikan
dengan sejumlah pihak terkait, termasuk Distamkam Kota Bandung. Diakuinya,
penebangan pohon ini sulit dihindarkan, karena berkaitan dengan kepentingan
lain yang juga melibatkan kepentingan masyarakat banyak, yaitu lalu lintas.
“Memang itu konsekuensi dari pembangunan,” ujarnya.
Berkaitan
dengan upaya pemulihan lingkungan, Arief mengatakan, setelah projek selesai,
pelaksana telah sepakat untuk menanam kembali pohon baru di tepi jalan. Hal
tersebut bertujuan agar kerimbunan pepohonan yang sebelumnya ada di ruas jalan
tersebut tidak hilang begitu saja.
“Setelah
selesai dilebarkan, akan diganti dengan 200 pohon mahoni yang baru. Kemudian
setelah ditanam, pihak pelaksana projek akan memantau dan memelihara pohon itu
sampai benar-benar tumbuh,” ujarnya.
Namun
dapat dilihat sampai saat ini masih belum terlihat penanaman 200 pohon mahoni
tersebut. Mungkin saja terealisasikan dengan baik dikemudian hari. Akan tetapi
mungkin ada jalan terbaik selain menebang pohon. Penulis pernah melihat di
salah satu stasiun televisi luar negeri, mereka menunjukkan suatu alat pengeruk
tanah besar yang bisa mengangkut pohon sampai akar-akarnya dan memindahkannya
ke tanah yang lain. Mungkin dengan kemajuan teknologi insinyur-insinyur negara
kita dapat mencontoh pemanfaatan teknologi seperti yang disebutkan.
Terimakasih ka sangat membantu
BalasHapusMantab jiwa dah artikelnya juragan Astagina Resort Villa and Spa Legian Bali
BalasHapus