Akhir-akhir ini pendidikan karakter
menjadi pembicaraan hangat dalam pendidikan Indonesia. Padahal pendidikan
karakter sudah ada sejak dulu dimana dalam pengajaran mata pelajaran sejarah di
sekolah akan menyisipkan pendidikan karakter dari apa yang dipelajari dalam materi
yang disampaikan walaupun ini dilakukan secara tersirat oleh masing-masing
guru. Akan tetapi tidak semua guru menyampaikan pendidikan karakter kepada
siswanya dan lebih memfokuskan pengajaran terhadap materi mata pelajaran yang
disampaikan.
Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Sejarah (Kurikulum Pendidikan Sejarah) sebagai Tantangan dan Peluang
Seiring
perkembangan, mata pelajaran sejarah diabaikan karena dianggap tidak penting.
Penyebabnya adalah kebijakan pemerintah atau guru sejarah itu sendiri yang
menyampaikan materi sejarah berfokus pada tempat, tahun, dan nama tokoh yang
membuat pelajaran sejarah menjadi membosankan. Sehingga sejarah menuntut siswa
untuk menghafal peristiwa sejarah. Tentu ini adalah pemikiran yang salah.
Pendidikan sejarah tidak hanya mempelajari tempat, tahun, dan nama tokoh
sejarah tetapi siswa akan mendapatkan nilai baik dan buruk dari peristiwa
sejarah tersebut dan menjadi pembelajaran bagi hidupnya. Karena fenomena
sejarah pasti berulang sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah dalam
hidupnya dengan baik dan itu bermula dari belajar sejarah.
Akibatnya, tidak mengherankan jika bangsa
Indonesia tidak tahu sejarah bangsanya. Sehingga banyak orang Indonesia yang
pintar akan tetapi ilmunya tidak diabdikan untuk kemajuan bangsa dan negara. Contohnya
saja kasus korupsi, orang-orang yang korupsi adalah orang yang pintar dan
cerdas maka mereka mendapat posisi penting dalam pemerintahan. Tentu mereka
mengetahui korupsi itu adalah perbuatan kriminal dan merugikan banyak pihak
akan tetapi orang yang korupsi bukan terletak karena bisa dan tidak bisa, tetapi
adalah karena watak atau karakter. Orang yang sudah memiliki karakter buruk,
maka akan mudah saja melakukan keburukan itu (Suprayogo, Imam;
2010). Apalagi
yang sedang marak digandrungi oleh kaum muda Indonesia adalah pengaruh dari
K-Pop (Korea Pop) membuat banyaknya minat meniru boy band dan girl band K-Pop
tersebut dan membuat produksi musik Indonesia banyak mengeluarkan boy band dan girl band meniru K-Pop. Ini membuktikan rapuhnya jati diri kaum
muda saat ini.
Selain itu,
masih banyak kasus-kasus lainnya seperti masalah hancurnya nilai-nilai moral,
kekerasan, terorisme, ketidakadilan, terkikisnya rasa solidaritas, krisis
kepemimpinan, dan sebagainya. Apalagi dengan pengaruh dari globalisasi membuat
bangsa Indonesia terkikis akan nilai budaya asli dan jati dirinya sebagai
bangsa Indonesia. Solusi cepat terhadap masalah-masalah
tersebut adalah dengan Pendidikan
Karakter yang menyediakan solusi jangka panjang.
Pemerintah telah mencanangkan Pendidikan
Karakter guna mengembangkan pendidikan karakter bangsa di satuan pendidikan.
Sekolah memasukkannya sebagai bagian dari kurikulum dan mengitegrasikannya ke
dalam semua mata pelajaran serta dilaksanakan melalui proses pembelajaran
secara aktif. Kemudian nilai-nilai yang dikembangkan terintegrasi ke dalam
silabus dan rencana program pembelajaran (RPP) yang sudah ada, Kemendiknas,
2010 : 11 – 22 (Turumuzi, Ahmad; 2011). Ini merupakan perhatian serius dari
pemerintah bahwa guru diwajibkan untuk melaksanakan pendidikan karakter.
Guru
tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik siswanya. Dengan pendidikan karakter,
guru mengutamakan pengembangan dan peningkatan watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian dalam diri seseorang. Sehingga pendidikan tidak hanya mengembangkan
kognitif siswa tetapi harus diimbangi dengan afektif dan psikomotor. Oleh
karena itu, guru sejarah wajiblah menerapkan pendidikan karakter dalam
pengajaran di kelas, tidak lagi hanya mengajarkan sejarah secara faktual tatapi
juga values yang terdapat dalam
peristiwa sejarah. Contohnya dalam materi prinsip ilmu dasar sejarah atau
metode sejarah, guru tidak hanya menjelaskan mengenai heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi. Dengan materi ini, guru dapat mengembangkan
karakter jujur, rasa ingin tahu, kerja keras, gemar membaca, dan sebagainya.
Sehingga siswa akan menjadi lebih kritis, berhati-hati, dan tidak mudah percaya
dengan data atau kabar yang mereka dapatkan.
Ini
adalah tantangan bagi guru sejarah untuk dapat mengimplementasikan pendidikan
karakter dalam pengajaran sejarah di kelas dengan karakter siswa yang
berbeda-beda. Sehingga dapat menciptakan penerus bangsa yang peduli akan
kemajuan bangsanya, seperti yang tertera dalam tujuan pendidikan karakter
(religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab). Apalagi dengan dikuranginya jam
pelajaran sejarah, guru yang kreatif tidak akan menjadikan ini sebagai alasan
untuk tidak melaksanakan pendidikan karakter. Selain itu pendidikan karakter
merupakan peluang untuk memajukan bangsa, tidak hanya menjadikan bangsa yang
cerdas dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadikan bangsa Indonesia yang
berkarakter Indonesia.
Sumber:
Suprayogo,
Imam . (2010). Sejarah dan
Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel/1519-sejarah-dan-pendidikan-karakter.html
( 28 Oktober 2011)
Turumuzi,
Ahmad. (2011). Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa, Implikasinya dalam Dunia Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/20/pendidikan-budaya-dan-karakter-bangsa-implikasinya-dalam-dunia-pendidikan-ilmu-pengetahuan-sosial/
(28 Oktober 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar